Pasif dan Diam Di Grup WhatsApp Kantor? Kenapa Ya?
WhatsApp (WA) telah lama menjadi bagian dari media sosial. Hal ini dikarenakan fungsinya yang semakin kompleks dalam mengakomodasi berbagai kepentingan penggunanya, apakah untuk berkomunikasi, menjalin dan membangun relasi sosial dan jejaring kerja, ekspresi diri, pendelegasian pekerjaan dan sebagainya. Namun demikian, salah satu fungsi dasar WA sebagai media sosial, terutama untuk media komunikasi tetap tidak tergantikan. Nah, salah satu fitur yang banyak digunakan oleh pengguna WA adalah grup WA atau WhatsApp Group (WAG). WAG ini dibentuk untuk banyak kepentingan, apakah yang bersifat sesaat, atau yang bersifat permanen. Beberapa yang lazim dibuat di mana kita semua terlibat di dalamnya adalah WAG keluarga, atau WAG kerja atau WAG kantor.
WAG kantor salah satu WAG paling populer di tengah masyarakat, terutama bagi karyawan atau pekerja. WAG kantor seringkali dibuat untuk mengakomodasi informasi-informasi, diskusi pekerjaan, dan pendelegasian pekerjaan di tempat kerja. Suka tidak suka, mau tidak mau, nyaman tidak nyaman, banyak karyawan yang memiliki banyak WAG kantor sekaligus, disesuaikan dengan berbagai konteks kepentingannya. Namun demikian, dalam banyak kasus, WAG kantor seringkali tidak hidup percakapannya, karena bersifat searah, dari atasan menuju bawahan tanpa ada diskusi di dalamnya. Banyak anggota WAG kantor yang hanya diam dan pasif tanpa memberikan kontribusi apa-apa. Apakah kamu pernah dan menjadi salah satunya?
Fenomena yang lazim dan menarik ini diteliti oleh Rahardjo dkk. (2023). Pertanyaan dasar dari riset ini adalah, apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pasif dan diam di dalam WAG kantor. Perilaku ini lazim disebut sebagai lurking dan pelakunya adalah lurker (Rahardjo, 2023). Temuan riset ini memperlihatkan bahwa lurking berkorelasi dengan banyak faktor seperti tipe kepribadian neurotisisme, kemalasan berbagi informasi, takut kehilangan muka, dan perilaku pura-pura bodoh. Artinya, semakin “parnoan” seorang karyawan, makin diam dia di WAG kantor. Semakin malas berbagi informasi dengan sesama karyawan, semakin takut kehilangan muka kalau salah bicara, dan semakin nyaman pura-pura bodoh dan tidak tahu dengan topik yang sedang dibahas di WAG kantor, maka akan semakin diam seseorang di WAG kantor.
Sementara itu, riset ini menemukan, di level pengaruh, hanya tipe kepribadian neurotisisme dan takut kehilangan muka yang memiliki pengaruh terhadap perilaku diam dan pasif di WAG kantor. Temuan ini menggambarkan bahwa ketika seseorang merasa tidak nyaman di dalam sebuah WAG kantor maka dia akan cenderung bersikap pasif dan diam di dalam WAG tersebut. Di sisi lain, di dalam WAG kantor seringkali terjadi diskusi dan bahasan mengenai berbagai hal terkait pekerjaan. Bagi karyawan tertentu, lebih baik diam dan memperhatikan saja karena dirinya takut ketika bicara atau memberikan pendapat maka pendapatnya salah atau kurang tepat.
Rahardjo dkk. (2023) kemudian memberikan beberapa pertanyaan terbuka untuk dikategorisasikan sebagai bagian dari pendalaman temuan tersebut. Nah, beberapa hasilnya yang juga menarik untuk dikedepankan adalah bahwa alasan-alasan yang paling banyak diutarakan oleh karyawan yang pasif dan diam dalam WAG kantor adalah (1) kehadiran bos atau atasan, atau orang lain yang posisi strukturalnya lebih tinggi, (2) banyaknya anggota WAG yang bahkan kurang dikenal, (3) kurangnya percaya diri untuk berpartisipasi dalam diskusi, (4) banyaknya topik bahasan yang kurang dikuasai, (5) pernah berkonflik dengan salah satu atau beberapa anggota WAG, (6) banyaknya topik tidak penting yang tidak terkait dengan pekerjaan yang justru dibahas, dan lainnya.
Temuan menarik lainnya adalah terkait topik-topik yang bisa jadi tidak diinginkan untuk dibahas, tetapi pada faktanya seringkali dibahas atau disinggung dalam WAG kantor. Partisipan riset ini menyebutkan topik-topik yang tidak disukai untuk dibahas dalam WAG kantor adalah (1) hal-hal terkait politik, (2) topik-topik yang berkaitan dengan agama, dan (3) hal-hal pribadi. Temuan ini mengisyaratkan pentingnya sebuah WAG untuk betul-betul membahas hal-hal yang memang menjadi dasar dan alasan awal mengapa sebuah WAG dibentuk. Ketika hal-hal ini dibahas, maka karyawan akan merasa tidak nyaman dan menarik diri dalam sebuah WAG kantor. Riset ini juga memberikan saran yang menarik dan sederhana. Saran-saran tersebut adalah (1) jangan membuat WAG kantor yang cakupan anggota yang terlalu luas dan banyak, dan (2) jangan melibatkan orang-orang dengan posisi struktural yang tinggi untuk sebuah WAG kantor yang umum dan tidak spesifik. Nah, jika kamu berada dalam sebuah WAG kantor yang hanya sebagian anggotanya saja yang aktif, dan sebagian besar justru diam dan pasif, jangan-jangan masalahnya seperti yang ada dalam temuan riset ini. Berani memberikan masukan ke atasan atau admin grup mengenai temuan riset ini?
Sumber Bacaan:
Rahardjo, W., Mulyani, I., Santoso, M., Arianty, M., & Yogandito, R. A. (2023). Lurking in office WhatsApp group: Examining the role of neuroticism, knowledge contribution loafing, fear of losing face, and playing dumb. Russian Psychological Journal, 20(3), 220-236.
Silakan baca di:
https://rpj.ru.com/rpj/article/view/1493
Featured Image:
Photo by Christian Wiediger on Unsplash