Setelah melewati masa-masa berat pandemi COVID-19, kita memasuki periode berikutnya, yaitu pasca pandemi atau post-pandemic. Di dalam perspektif psikologi, masa-masa seperti masa pandemi memberikan kesempatan yang sangat lebar untuk belajar dan kian terbuka dengan banyak probematika kehidupan manusia di dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai riset di bidang psikologi menyeruak dan mengungkap banyak fenomena menarik terkait pandemi COVID-19 ini.
Salah satu problem pandemi adalah perihal kebahagiaan. Tekanan pandemi dapat terlihat pada banyak individu dan profesi. Meskipun penyesuaian diri, baik secara fisik maupun psikis sudah dilakukan, tidak dapat dipungkiri bahwa kesehatan mental dan kebahagiaan personal menjadi terdampak. Di dalam bidang pendidikan, mahasiswa juga mengalami hal ini. Usaha mereka menuntut ilmu di perguruan tinggi harus dimodifikasi sedemikian rupa karena harus dilakukan tanpa tatap muka dengan melibatkan penggunaan teknologi. Di dalam masa pandemi, teknologi menjadi salah satu solusi utama agar proses belajar tetap dapat terus dilaksanakan dengan baik.
Jadi, perubahan dalam hal kebiasaan belajar, penyampaian informasi dan materi perkuliahan, pendelegasian tugas, serta pengumpulan tugas adalah rutinitas baru yang harus dihadapi oleh mahasiswa, yang mungkin sebelumnya sudah cukup tertekan dengan tekanan akademis di perkuliahan. Tekanan akademis ini memang memengaruhi kebahagiaan mahasiswa. Semakin tertekan mereka dengan tuntutan akademis dan perubahan perilaku dalam pembelajaran jarak jauh saat pandemi, semakin tidak bahagia mereka.
Nah, hal menarik yang harus diketahui adalah peran teknologi. Telah diungkapkan sebelumnya bahwa perubahan-perubahan dalam proses belajar di perguruan tinggi terakomodasi dengan penggunaan teknologi. Di dalam bahasa kerennya, technology is everywhere. Tentu ini sebenarnya menjadi potensi sebagai sumber masalah baru dalam kesehatan mental mahasiswa. Minimal, tidak semua mahasiswa siap merubah mindset dan framing mereka bahwa teknologi tidak selalu bisa digunakan sebagai sumber kesenangan, tetapi juga dapat menjadi sumber tekanan akademis. Pertanyaannya, benarkah demikian? Benarkah teknologi yang digunakan secara berlebihan dalam bidang pendidikan di perguruan tinggi menjadi sumber penurunan kebahagiaan mahasiswa?
Setidaknya, menurut riset Andriani dkk. (2021), jawabannya adalah tidak. Penggunaan teknologi yang berlebihan sebagai media pembelajaran di perguruan tinggi tidak secara signifikan memengaruhi kebahagiaan mahasiswa. Tekanan akademis, iya. Teknologi? Tidak. Tentu ini menjadi temuan menarik. Artinya, mahasiswa jauh lebih adaptif dalam menggunakan teknologi secara teknis dengan berbagai tujuan, termasuk belajar. Teknologi dianggap bukan sebagai ancaman bagi mereka. Sehingga, penggunaan berlebih tidak memberikan efek sejauh merusak kebahagiaan yang dirasakan sebagai mahasiswa. Mahasiswa sendiri adalah kelompok yang melek teknologi. Banyak strategi pengatasan masalah (coping stress) dilakukan dengan bantuan teknologi. Tampaknya, saat tertekan karena penggunaan teknologi berlebih untuk belajar, mahasiswa juga secara maksimal menggunakannya juga untuk mengurangi tekanan yang dirasakan untuk aktivitas-aktivitas hedonis atau aktivitas lainnya yang menjadi sumber dukungan sosial.
Temuan Andriani dkk. (2021) ini juga mengungkap bahwa penggunaan teknologi berlebih dipersepsikan sebagai masalah hanya pada mahasiswa dengan usia yang lebih tua, serta yang sudah berkeluarga. Tentu ini menjadi masalah yang berbeda mengingat banyak studi sudah menjelaskan bahwa kelompok usia muda memang lebih bersahabat dengan teknologi dibandingkan mereka dari kelompok usia tua. Demikian pula dengan keluarga di mana mereka yang harus mengasuh keluarga tentu semakin tersita waktunya jika harus terlibat lebih jauh dengan teknologi untuk keperluan kuliah. Sementara itu, tidak ada kelompok yang memiliki skor kebahagiaan rendah dalam penelitian ini. They’re just fine. Artinya, mereka cukup baik-baik saja. Mereka cukup bahagia.
Mahasiswa memang menjadi salah satu kelompok yang rentan dengan dampak pandemi, terutama terkait dengan kebahagiaan mereka saat belajar jarak jauh. Namun demikian ternyata kebahagiaan mereka lebih dipengaruhi oleh tekanan akademis yang dirasakan, bukan oleh penggunaan teknologi yang berlebihan. Mahasiswa jauh lebih adaptif dengan teknologi dan penggunaan teknologi, bahkan di saat-saat sulit seperti pandemi. Bagaimana dengan pengalaman kamu?
Sumber bacaan:
Andriani, I., Qomariyah, N., Salve, H. R., & Indryawati, R. (2021). Is college students’ happiness during online learning affected by academic stress and technology-overload perception? Advances in Social Sciences, Education and Humanities Research, 655, 1633-1637. doi: 10.2991/assehr.k.220404.264
Silakan baca di:
https://www.atlantis-press.com/proceedings/ticash-21/125973166
Featured Image:
Photo by Annie Spratt on Unsplash